Sabtu-Minggu 15-16 Juni 2013 sebuah sejarah dunia stand up
comedy di Indonesia tercatat dengan tinta emas. Ya, sebuah hajatan akbar
digelar oleh @StandUpIndo dan Metro TV, sebuah festival untuk para pecinta
stand up comedy di Indonesia. Saya beruntung menjadi bagian dari sejarah
tersebut. Saya bersama teman-teman dari @StandUpCikarang menjadi volunteers di
gelaran akbar tersebut. Sebuah kebanggaan yang tak terdeskripsikan dengan
kata-kata.
Saya dan teman-teman berangkat ke Jakarta pada hari Jumat
malam untuk mengikuti technical meeting di Hall Basket Senayan yang jadi venue
gelaran Stand Up Fest 2013. Tiba disana sudah banyak teman-teman dari berbagai
komunitas yang juga akan jadi volunteers pada keesokan harinya. Wow, saya
merasakan kehangatan dan kebersamaan yang luar biasa. Malam itu saya merasakan
sebuah energi baru.
Dua hari gelaran Stand Up Fest 2013 penonton membludak.
Kabarnya mencapai hampir 8000 pengunjung! Wow! Bagaimana acaranya? Tentu saja
seru luar biasa. Hanya saja saya tidak akan me-review penampilan comic-comic
yang tampil. Tapi saya akan mencoba menulis tentang acara tersebut dari sudut
pandang saya sebagai volunteer yang turut bekerja pada event tersebut.
photo by: @umamagafi
Hari Pertama
Menurut jadwal, gate baru akan dibuka pada jam 11 siang.
Tapi sejak pagi pengunjung sudah mulai berdatangan. Beberapa diantaranya malah
dari luar kota bahkan luar pulau! Luar biasa! Saya sadar saya akan “berhadapan”
dengan ribuan pengunjung karena tugas saya sebagai bagian SECURITY. Bismillah,
saya siap. Tepat jam 11 siang gate dibuka, penonton mulai memasuki area
festival. Hanya saja main venue masih ditutup dan baru akan dibuka pada jam
13:30. Menunggu pintu dibuka, di area luar ada stage untuk openmic dan
booth-booth makanan dan merchandise yang mulai penuh sesak oleh pengunjung. Jam
13:00 pengunjung sudah mulai berkerumun di pintu masuk venue. Saya jadi rada keder
berhadapan dengan ratusan - mungkin ribuan - pengunjung. Dan saat ada instruksi
dari panitia yang berada di dalam untuk membuka pintu, penonton berebutan masuk
ke dalam venue. Di dalam antrian terdapat ibu hamil, anak kecil, dan orang tua.
Satu sisi saya merasa senang, ternyata stand up comedy itu tidak mengenal batas
usia. Tapi di sisi lain, saya rada was-was melihat mereka berdesak-desakan
dalam antrian. Entah tipikal pengunjung yang susah diberi tahu atau saya yang
kurang berwibawa dalam mengarahkan mereka, yang jelas antrian memasuki venue
kurang tertib. Alhamdulillah tidak
sampai tercadi chaos, tapi jelas ini sebuah catatan penting untuk festival
tahun depan.
Panitia yang di dalam pun tak kalah sibuknya mengarahkan
penonton. Tapi penonton seperti susah untuk diarahkan. Mereka mencari sendiri
spot yang menurut mereka nyaman. Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin saya
juga akan melakukan hal yang sama jika saya menjadi penonton. Yang jadi masalah
adalah beberapa spot terasa kurang nyaman buat penonton. Ada yang menghampiri
saya mengeluh di beberapa titik suara
agak menggema sehingga terdengar kurang jelas. Saya tidak tahu kenapa, saya
kurang mengerti soal tata suara. Hanya saja memang benar, audio di beberapa
titik terdengar kurang bagus dibanding titik lainnya. Pun dengan tribun barat
yang kurang disukai karena membelakangi panggung. Walaupun disediakan layar di
kedua sisi, namun tetap saja kurang nyaman menonton dari belakang.
drawn by: @midaspratama
Masalah klasik yang hampir selalu terjadi di festival apapun
juga menjadi catatan dalam gelaran Stand Up Fest 2013 kemarin. Ya, sampah! Kita
bahas sampah di luar venue dulu. Di luar venue banyak sampah plastik
berserakan. Salah satu penyebabnya adalah tempat sampah yang tersedia sudah
penuh dan tidak ada petugas yang mengurusnya. Dan sampai akhirnya, jleb, bang
Pandji mengumpulkan sampah di luar venue sendiri! Sebuah “tamparan” yang keras
untuk saya dan panitia lainnya. Ya, manusia itu menampar (baca: menginspirasi)
saya. Bang, ane ngepens, bang. Seketika panitia langsung bergerak untuk
memungut sampah menggunakan trashbag. Jujur, saya malu pada diri saya sendiri
yang harus “ditampar” dulu baru bergerak. Di dalam venue juga tak luput dari
masalah sampah. Terutama botol plastik yang berserakan di lantai. Penonton
tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena memang di dalam venue tidak terdapat
tempat sampah.
Selesai acara di hari pertama, penonton keluar dengan
tertib. Ya, karena saya tidak perlu memeriksa tiket dan barang bawaan mereka. Hari pertama berjalan
cukup lancar.
Hari Kedua
Sama seperti hari pertama, gate dibuka pada pukul 11 siang.
Tidak tampak antrian seperti hari pertama. Saya pikir bakal sepi, ternyata saya
salah. Banyak pengunjung datang pas Final Street Comedy berlangsung. Malah
banyak yang hanya ingin menonton main show-nya saja. Ya, itu sih hak mereka.
Masalah masih sama dengan hari pertama,yaitu antrian pengunjung ke dalam venue.
Masih berdesakan, masih kurang tertib. Juga masalah sound system yang masih
terdengar bergema di beberapa titik. Tidak terlalu parah, tapi cukup
mengganggu.
Untuk masalah sampah, panitia sudah mengantisipasi dengan
menambah trashbag, baik di luar maupun di dalam venue. Masalah berkurang tapi
tidak benar-benar selesai karena tetap saja masih ada yang membuang sampah
sembarangan. Well, itu urusan mereka sama Tuhan.
Selesai acara, panitia joget-joget di atas panggung. Wow! Sebuah
momen dimana rasa lelah musnah seketika. Begitu juga saat panitia koor
menyanyikan Indonesia Raya, saya jadi merinding.
photo by: @umamagafi
Secara keseluruhan, menurut saya acara berlangsung dengan
meriah meski ada beberapa catatan. Saya berharap tahun depan Stand Up Fest akan
lebih baik lagi. Yang jelas saya bangga menjadi bagian dari keluarga besar
@StandUpIndo. Rasa lelah setelah dua hari jadi volunteer pasti ada. Hanya saja
itu tidak sada apa-apanya dibanding pengalaman yang saya dapat. Terima kasih
@StandUpIndo dan @standupmetrotv yang telah memberi kesempatan pada saya untuk
menjadi bagian dari sejarah Stand Up Comedy di Indonesia.
Terima kasih, wassalam, Stand Up Fest? LET’S METRO