Cari Blog Ini

Selasa, 18 Juni 2013

Stand Up Fest 2013 Dari Kacamata Seorang Volunteer



Sabtu-Minggu 15-16 Juni 2013 sebuah sejarah dunia stand up comedy di Indonesia tercatat dengan tinta emas. Ya, sebuah hajatan akbar digelar oleh @StandUpIndo dan Metro TV, sebuah festival untuk para pecinta stand up comedy di Indonesia. Saya beruntung menjadi bagian dari sejarah tersebut. Saya bersama teman-teman dari @StandUpCikarang menjadi volunteers di gelaran akbar tersebut. Sebuah kebanggaan yang tak terdeskripsikan dengan kata-kata.
Saya dan teman-teman berangkat ke Jakarta pada hari Jumat malam untuk mengikuti technical meeting di Hall Basket Senayan yang jadi venue gelaran Stand Up Fest 2013. Tiba disana sudah banyak teman-teman dari berbagai komunitas yang juga akan jadi volunteers pada keesokan harinya. Wow, saya merasakan kehangatan dan kebersamaan yang luar biasa. Malam itu saya merasakan sebuah energi baru.
Dua hari gelaran Stand Up Fest 2013 penonton membludak. Kabarnya mencapai hampir 8000 pengunjung! Wow! Bagaimana acaranya? Tentu saja seru luar biasa. Hanya saja saya tidak akan me-review penampilan comic-comic yang tampil. Tapi saya akan mencoba menulis tentang acara tersebut dari sudut pandang saya sebagai volunteer yang turut bekerja pada event tersebut.
photo by: @umamagafi

Hari Pertama

Menurut jadwal, gate baru akan dibuka pada jam 11 siang. Tapi sejak pagi pengunjung sudah mulai berdatangan. Beberapa diantaranya malah dari luar kota bahkan luar pulau! Luar biasa! Saya sadar saya akan “berhadapan” dengan ribuan pengunjung karena tugas saya sebagai bagian SECURITY. Bismillah, saya siap. Tepat jam 11 siang gate dibuka, penonton mulai memasuki area festival. Hanya saja main venue masih ditutup dan baru akan dibuka pada jam 13:30. Menunggu pintu dibuka, di area luar ada stage untuk openmic dan booth-booth makanan dan merchandise yang mulai penuh sesak oleh pengunjung. Jam 13:00 pengunjung sudah mulai berkerumun di pintu masuk venue. Saya jadi rada keder berhadapan dengan ratusan - mungkin ribuan - pengunjung. Dan saat ada instruksi dari panitia yang berada di dalam untuk membuka pintu, penonton berebutan masuk ke dalam venue. Di dalam antrian terdapat ibu hamil, anak kecil, dan orang tua. Satu sisi saya merasa senang, ternyata stand up comedy itu tidak mengenal batas usia. Tapi di sisi lain, saya rada was-was melihat mereka berdesak-desakan dalam antrian. Entah tipikal pengunjung yang susah diberi tahu atau saya yang kurang berwibawa dalam mengarahkan mereka, yang jelas antrian memasuki venue kurang tertib.  Alhamdulillah tidak sampai tercadi chaos, tapi jelas ini sebuah catatan penting untuk festival tahun depan.
Panitia yang di dalam pun tak kalah sibuknya mengarahkan penonton. Tapi penonton seperti susah untuk diarahkan. Mereka mencari sendiri spot yang menurut mereka nyaman. Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama jika saya menjadi penonton. Yang jadi masalah adalah beberapa spot terasa kurang nyaman buat penonton. Ada yang menghampiri saya mengeluh di beberapa titik  suara agak menggema sehingga terdengar kurang jelas. Saya tidak tahu kenapa, saya kurang mengerti soal tata suara. Hanya saja memang benar, audio di beberapa titik terdengar kurang bagus dibanding titik lainnya. Pun dengan tribun barat yang kurang disukai karena membelakangi panggung. Walaupun disediakan layar di kedua sisi, namun tetap saja kurang nyaman menonton dari belakang.
 drawn by: @midaspratama 

Masalah klasik yang hampir selalu terjadi di festival apapun juga menjadi catatan dalam gelaran Stand Up Fest 2013 kemarin. Ya, sampah! Kita bahas sampah di luar venue dulu. Di luar venue banyak sampah plastik berserakan. Salah satu penyebabnya adalah tempat sampah yang tersedia sudah penuh dan tidak ada petugas yang mengurusnya. Dan sampai akhirnya, jleb, bang Pandji mengumpulkan sampah di luar venue sendiri! Sebuah “tamparan” yang keras untuk saya dan panitia lainnya. Ya, manusia itu menampar (baca: menginspirasi) saya. Bang, ane ngepens, bang. Seketika panitia langsung bergerak untuk memungut sampah menggunakan trashbag. Jujur, saya malu pada diri saya sendiri yang harus “ditampar” dulu baru bergerak. Di dalam venue juga tak luput dari masalah sampah. Terutama botol plastik yang berserakan di lantai. Penonton tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena memang di dalam venue tidak terdapat tempat sampah.
Selesai acara di hari pertama, penonton keluar dengan tertib. Ya, karena saya tidak perlu memeriksa tiket dan barang bawaan mereka. Hari pertama berjalan cukup lancar.

Hari Kedua

Sama seperti hari pertama, gate dibuka pada pukul 11 siang. Tidak tampak antrian seperti hari pertama. Saya pikir bakal sepi, ternyata saya salah. Banyak pengunjung datang pas Final Street Comedy berlangsung. Malah banyak yang hanya ingin menonton main show-nya saja. Ya, itu sih hak mereka. Masalah masih sama dengan hari pertama,yaitu antrian pengunjung ke dalam venue. Masih berdesakan, masih kurang tertib. Juga masalah sound system yang masih terdengar bergema di beberapa titik. Tidak terlalu parah, tapi cukup mengganggu.
Untuk masalah sampah, panitia sudah mengantisipasi dengan menambah trashbag, baik di luar maupun di dalam venue. Masalah berkurang tapi tidak benar-benar selesai karena tetap saja masih ada yang membuang sampah sembarangan. Well, itu urusan mereka sama Tuhan.
Selesai acara, panitia joget-joget di atas panggung. Wow! Sebuah momen dimana rasa lelah musnah seketika. Begitu juga saat panitia koor menyanyikan Indonesia Raya, saya  jadi merinding.
photo by: @umamagafi
Secara keseluruhan, menurut saya acara berlangsung dengan meriah meski ada beberapa catatan. Saya berharap tahun depan Stand Up Fest akan lebih baik lagi. Yang jelas saya bangga menjadi bagian dari keluarga besar @StandUpIndo. Rasa lelah setelah dua hari jadi volunteer pasti ada. Hanya saja itu tidak sada apa-apanya dibanding pengalaman yang saya dapat. Terima kasih @StandUpIndo dan @standupmetrotv yang telah memberi kesempatan pada saya untuk menjadi bagian dari sejarah Stand Up Comedy di Indonesia.
Terima kasih, wassalam, Stand Up Fest? LET’S METRO